Halo semuanya!
Sebenarnya untuk menceritakan mengenai pengalaman saya sekeluarga kali ini melewati pertimbangan dan kegalauan. "Apakah perlu diceritakan (di blog)?; Nantinya lebih banyak manfaat atau mudarat-nya ya?". Tapi setelah membaca ulang isi blog saya di tahun-tahun 2018 dan sebelumnya ternyata saya banyak menuliskan cerita pengalaman ya. Membaca kembali tulisan itu seperti menemukan kembali alasan saya memulai nge-blog. Ini seperti mengembalikan saya ke dalam jalur, karena sepertinya saya sudah mulai keluar jalur...(sedikit sih).
Anyway, karena ini pengalaman pasti akan sangat panjang ya jadi mari di mulai saja ceritanya. Senin, 1 Februari 2021, jam 10 pagi saat saya sedang bekerja saya mendapat pesan WhatsApp dari suami saya yang mengabarkan bahwa ibu pengasuh anak-anak kami melakukan swab antigen dan hasilnya positif. Tentu saja saat itu juga saya langsung berbicara ke atasan dan bagian HR sekaligus meminta izin pulang.
Sesampainya dirumah, anak pertama saya sudah dirumah bersama suami saya. Jadi kalau saya bekerja anak-anak saya diasuh dirumah pengasuh. Ibu ini tetangga saya hanya beda gang, rumahnya kelihatan kalau dari rumah saya jadi lokasinya tidak jauh ya.
Lanjut... Saya jemput Salwa dirumah si ibu. Saat saya jemput Salwa demam. Setelah itu kami sekeluarga memutuskan untuk swab antigen pada malam hari. Dari siang itu saya sudah deg-degan khawatir dengan kondisi anak-anak. Kami swab antigen di klinik dekat rumah, hasilnya anak-anak positif. Sedangkan saya dan suami negatif. Klinik pun menyarankan kami isolasi mandiri, lalu anak-anak diresepkan vitamin. Saya agak tidak sreg dengan vitamin yang diresepkan, ditambah Salwa kan masih 3 bulan jadi vitamin hanya saya kasih ke Sabina saja.
Selang 4-5 hari saya dan suami muncul gejala. Kemudian kami swab PCR dan hasilnya positif.
Gejalanya apa saja?
Sabina (Usia 3 Th), gejala secara berurutan: Bersin-bersin yang muncul sebenarnya dari hari Jum'at 29 Januari 2021. Kemudian batuk, tapi bukan yang sering dan batuknya pun ringan. Demam ringan sekitar 37°C tidak sampai sehari. Pegal-pegal, ini sih berdasarkan keluhan Sabina saat malam mau tidur.
Salwa (Usia 3 Bln), gejala secara berurutan: Bersin-bersin yang sama munculnya seperti Sabina. Batuk juga. Demam sampai 38°C ini sekitar 2 hari. Rewel saat demam, setiap bobo ditaro nangis.
Saat itu kami hanya kasih vitamin saja. Jujur kami bingung dan tidak tahu harus berobat kemana. Informasi pengobatan hanya katanya-katanya saja. Kami sudah lapor puskesmas. Kami dipantau hanya via chat WhatsApp, tidak ada petugas datang untuk memeriksa.
4 hari kemudian pada hari Jumat Sabina dijadwalkan swab PCR di Puskesmas. Hanya Sabina karena Salwa masih bayi kasihan begitu alasan dari Puskesmas. Tujuan swab PCR untuk mengkonfirmasi hasil swab antigen. Lalu Senin malam kami dapat hasilnya Sabina benar-benar positif. Nah pada hari Jumat saat Sabina swab PCR kami (saya dan suami) sudah mulai muncul gejala. Suami saya bersin-bersin seharian, ingusan juga. Malam saya mulai tidak enak badan.
Berikut rangkuman gejala di saya dan suami.
Suami, gejala bersin seperti flu, demam, pusing, mual, muntah, lemas, indera perasa hilang dan indera penciuman berkurang.
Saya, gejala demam, meriang (badan gak enak), mual (hanya sehari) dan indera penciuman hilang.
Jika dilihat gejala pada suami adalah yang paling banyak. Suami saya sampai sulit makan karena mual dan muntah. Jujur saat itu kami bingung tidak tahu harus bagaimana. Melapor ke pihak puskesmas hanya dikirimkan obat-obatan generik itu pun tidak ada efeknya untuk suami. Tidak ada petugas puskesmas yang datang untuk cek kondisi kami.
Saat itu saturasi oksigen saya bagus 98. Sedangkan suami saturasi oksigennya sampai diangka 89-90. Sudah merasakan agak sesak. Jadi tidak kuat jalan, berdiri. Susahnya adalah kami isolasi bersama serumah merasakan gejala bersama juga. Kami harus mengurus 2 anak. Dengan kondisi suami sakit, beliau tidak bisa membantu saya. Jujur saya kelelahan, sempat dititik karena saya lelah dan tidak enak badan juga emosi saya jadi meluap. Marah-marah dan sedih. Kebayangkan ya π’.
Isolasi Mandiri Sekeluarga
Total dari awal anak-anak terkonfirmasi positif kemudian disusul saya dan suami, kami menghabiskan 23 hari untuk isolasi mandiri. Ada beberapa teman yang bertanya, "bagaimana isolasi mandiri dengan anak-anak?"
Jujur saya juga tidak faham prosedur seharusnya bagaimana. Apalagi dalam kasus kami yang positif terlebih dahulu adalah anak-anak. Saya tidak mungkin sendirian mengurusi 1 bayi dan 1 toddler. Sulit juga menjaga agar tidak terpapar. Karena saya pasti harus tidur bersama mereka. Suami juga begitu karena membantu mengurus anak-anak.
Mungkin saya hanya bisa berbagi sedikit pengalaman kami selama isolasi mandiri. Saat saya dan suami belum ada gejala, hari-hari saat isolasi mandiri menurut saya terasa berjalan lancar. Jadwal makan dan tidur kami teratur. Jam 9 kami sudah di dalam kamar, bermain sebentar kemudian tidur. Pagi bangun subuh, anak-anak jam 6 sudah bangun. Kemudian mandi dan sarapan. 4-5 hari berlalu, si kakak mulai susah mandi. Makan juga begitu. Jadwal makin amburadul ketika saya dan suami juga ikutan sakit. Walau saya usahakan untuk tetap memasak sayur buat Sabina. Salwa saat itu masih full ASI, kalau diingat ada bersyukurnya, karena gak kebayang kalau saat itu harus buat MPASI juga.
Tapi diakhir masa isolasi mandiri, jadwal bisa disesuaikan lagi karena kondisi kami sudah mulai pulih. Terutama pak suami.
Obat dan vitamin apa yang dikonsumsi?
Setiap ada yang tanya mengenai obat dan vitamin, saya akan jawab dengan menyarankan untuk konsultasi terlebih dahulu ke dokter. Jika sudah terkonfirmasi positif lebih baik langsung berobat. Sekarang ini sudah banyak layanan telemedicine baik yang pakai aplikasi atau fasilitas dari RS. Bahkan sekarang untuk daerah Jabodetabek ada bantuan obat gratis kan.
Saya saat itu sempat bingung harus berobat kemana dan bagaimana. Sampai akhirnya saya download Halodoc (not sponsored), saya cek ada fasilitas konsultasi dokter untuk Covid-19. Saya coba saja, jasa dokter saat itu saya bayar hanya Rp 10.000 untuk dokter umum. Saya dapat resep obat-obatan dan vitamin yang totalnya Rp 900.000-an. Lumayan banget. Obat dan vitamin ini untuk suami saya. Hmm..detail pengalaman telemedicine via Halodoc akan saya tuliskan di postingan terpisah ya.
Detail obat yang diresepkan tidak bisa saya tuliskan ya, karena saya khawatir nanti ada yang beli tanpa resep dari dokter. Kalau vitamin sepertinya mah sama saja ya, multivitamin+zinc dan vitamin D.
Anak-anak bagaimana? Untuk Sabina karena tidak ada gejala yang berat saya hanya minumkan imboost saja. Itu pun setelah 3 hari berturut-turut saya ganti jadi 2-3 hari sekali (jadi tidak setiap hari diminum). Hanya saja saya minumkan madu setiap hari. Si kakak sudah 3 tahun, sudah bisa ya minum madu.
Untuk Salwa hanya minum paracetamol saat demam. Selebihnya hanya ASI saja, karena masih 3 bulan dan tidak ada gejala berat lainnya. Di masa isoman ini Salwa pertama kali bisa tengkurep, ini jadi salah satu penghibur bagi kami π
Ada efek ke anak-anak setelah isolasi mandiri?
Seperti yang sudah saya infokan, bahwa kami melakukan isolasi mandiri selama 23 hari. Bagi saya dan suami mungkin tidak ada efek yang signifikan. Kalau saya pribadi ketika keluar rumah jadi lebih was-was saat bertemu orang, merasanya takut menulari walau sudah negatif.
Kalau anak-anak, Sabina yang terlihat sekali ada efek. Kalau Salwa aman karena masih bayi kan. Berat badan Sabina turun, padahal dia banyak ngemil. Sulit lepas dari gadget, sampai harus dipaksa dan ya drama nangis teriak-teriak jadinya. Lalu ketemu orang jadi agak takut, apalagi kalau orang baru dan ditempat baru. Karena sebelum isolasi mandiri, Sabina ini lagi malu dan kurang suka kalau banyak orang. Ditambah isoman tidak keluar rumah yasudah jadi lebih takut lagi. Kerumah aki-enin pun awal-awal tidak mau masuk. Tapi Alhamdulillah sekarang sudah jauh lebih berani kok.
Aku jadi sadar sih masa isolasi mandiri juga amat berpengaruh ke anak. Bisa jadi Sabina itu stress pas kemarin isoman lama. Tidak bisa main. Lalu diomelin mulu sama ibuk dan bapak karena main gadget atau gak mau mandi.
Kondisi pandemi seperti sekarang memang kurang bagus untuk perkembangan anak-anak. Mereka seharusnya bisa bermain di luar, sosialisasi dengan teman ketemu orang banyak yang bisa melatih rasa percaya diri mereka. Tapi karena pandemi mereka tidak bisa melakukan itu π
Untuk kalian yang sedang positif...
Tes dan tracing menurutku masih perlu dilakukan. Konfirmasi hasil tes akurat. Kemudian, jika ada gejala konsultasi dengan dokter. Jangan beli obat sembarangan. Apalagi untuk yang punya komorbid. Isolasi mandiri berdasarkan rekomendasi dokter. Lapor ke gugus tugas setempat atau puskesmas. Ini akan sangat membantu ketika ada keadaan darurat atau jika kita butuh bantuan apapun.
Usahakan tetap makan agar tubuh tetap tepenuhi nutrisinya. Istirahat badan dan fikiran juga. Berjemur. Tidak lupa berdoa tentunya. Percaya bahwa kita bisa melewati ujian ini.
Itu lah cerita saat saya sekeluarga terpapar Covid-19. Saya hanya ingin berbagi cerita saja. Semoga ada hal-hal baik yang bisa diambil dari cerita saya ini. Semoga kalian yang sedang terpapar lekas sembuh. Dan yang lainnya tetap sehat selalu ya. Terimakasih sudah menyempatkan mampir ke blog ini..π
No comments